Ketua DPD Ginandjar Akan Bantu Carikan Pengacara
CIREBON, (PR).-
Guru madrasah se-Jawa Barat akan melakukan judicial review (uji materiil) sejumlah undang-undang (UU) yang mendiskriminasi keberadaan guru agama dan madrasah. Rencananya, judicial review akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Desember 2008 mendatang.
Rencana para guru madrasah tersebut didukung Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita yang juga Ketua Dewan Penasihat Persatuan Guru Madrasah (PGM). Dukungan tersebut disampaikan Ginandjar pada acara silaturahmi dengan guru-guru madrasah se-Kota Cirebon, Sabtu (29/11). Ginandjar berjanji akan mencarikan tim pengacara andal untuk mendampingi PGM Jabar mengajukan uji materiil ke MK.
"Sudah saatnya guru agama atau guru madrasah diperlakukan sama dengan guru pada umumnya. Jangan ada dikotomi lagi. Guru agama atau madrasah harus sama-sama di bawah tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), tidak lagi di bawah Departemen Agama (Depag)," kata Ginandjar.
Dalam silaturahmi yang digelar di Pusdiklatri Kota Cirebon itu, Ginandjar menilai masih ada sejumlah UU yang membedakan guru madrasah dengan guru umum lainnya. Antara lain UU Otonomi Daerah Nomor 32/2004, UU tentang APBN, dan juga UU Sisdiknas. "UU yang membeda-bedakan guru madrasah dengan guru umum itu akan diajukan ke MK untuk diuji materi," katanya.
Ginandjar optimistis, uji materiil ke MK itu akan berhasil. Apalagi, selama menjadi ketua DPD, dia sudah berhasil mengegolkan perubahan melalui uji materiil, di antaranya UU Pemilu, bahkan amendemen konstitusi UUD 1945.
"Kita punya catatan keberhasilan. Dulu DPD bersama PGRI bahkan berhasil mengegolkan dana pendidikan 20 persen ke dalam konstitusi," kata Ginandjar didampingi Ketua MPG Jabar H. Ubaidilah, S.Ag.
Disamakan
Selama ini sebenarnya tidak ada perbedaan antara guru madrasah dengan guru umum. Oleh karena itu, sangat wajar bila statusnya disamakan. "Selama ini terkotak-kotak. Guru agama (madrasah) di bawah Depag, guru umum di Depdiknas. Pengotak-kotakan itu bentuk diskriminasi. Sudah saatnya disamakan, supaya guru madrasah juga terangkat kesejahteraannya," katanya.
Guru agama (madrasah) maupun guru umum, tugasnya sama-sama mengajar. "Tidak ada bedanya. Ilmu alam, sosial dan bahasa itu sama pentingnya dengan agama. Karena sama penting dan tugasnya sama, kenapa khusus guru agama di bawah Depag, sedangkan guru umum di bawah Depdiknas. Pembedaan itu merugikan guru agama yang tingkat kesejahteraannya di bawah guru umum," katanya.
Lewat uji materiil atau judicial review, status kedua guru itu akan disamakan. Dengan begitu, guru agama juga wajib memperoleh perlakuan yang sama dengan guru umum.
"Selama ini, yang dapat tunjangan daerah hanya guru umum. Sedangkan guru agama, karena di bawah Depag yang bukan merupakan lembaga otonom, tidak mendapat tunjangan. Bila uji materiil dimenangkan, insya Allah, guru agama berhak pula menikmati 20 persen APBN dan APBD yang dialokasikan untuk dunia pendidikan," katanya. (A-93)***
CIREBON, (PR).-
Guru madrasah se-Jawa Barat akan melakukan judicial review (uji materiil) sejumlah undang-undang (UU) yang mendiskriminasi keberadaan guru agama dan madrasah. Rencananya, judicial review akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Desember 2008 mendatang.
Rencana para guru madrasah tersebut didukung Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita yang juga Ketua Dewan Penasihat Persatuan Guru Madrasah (PGM). Dukungan tersebut disampaikan Ginandjar pada acara silaturahmi dengan guru-guru madrasah se-Kota Cirebon, Sabtu (29/11). Ginandjar berjanji akan mencarikan tim pengacara andal untuk mendampingi PGM Jabar mengajukan uji materiil ke MK.
"Sudah saatnya guru agama atau guru madrasah diperlakukan sama dengan guru pada umumnya. Jangan ada dikotomi lagi. Guru agama atau madrasah harus sama-sama di bawah tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), tidak lagi di bawah Departemen Agama (Depag)," kata Ginandjar.
Dalam silaturahmi yang digelar di Pusdiklatri Kota Cirebon itu, Ginandjar menilai masih ada sejumlah UU yang membedakan guru madrasah dengan guru umum lainnya. Antara lain UU Otonomi Daerah Nomor 32/2004, UU tentang APBN, dan juga UU Sisdiknas. "UU yang membeda-bedakan guru madrasah dengan guru umum itu akan diajukan ke MK untuk diuji materi," katanya.
Ginandjar optimistis, uji materiil ke MK itu akan berhasil. Apalagi, selama menjadi ketua DPD, dia sudah berhasil mengegolkan perubahan melalui uji materiil, di antaranya UU Pemilu, bahkan amendemen konstitusi UUD 1945.
"Kita punya catatan keberhasilan. Dulu DPD bersama PGRI bahkan berhasil mengegolkan dana pendidikan 20 persen ke dalam konstitusi," kata Ginandjar didampingi Ketua MPG Jabar H. Ubaidilah, S.Ag.
Disamakan
Selama ini sebenarnya tidak ada perbedaan antara guru madrasah dengan guru umum. Oleh karena itu, sangat wajar bila statusnya disamakan. "Selama ini terkotak-kotak. Guru agama (madrasah) di bawah Depag, guru umum di Depdiknas. Pengotak-kotakan itu bentuk diskriminasi. Sudah saatnya disamakan, supaya guru madrasah juga terangkat kesejahteraannya," katanya.
Guru agama (madrasah) maupun guru umum, tugasnya sama-sama mengajar. "Tidak ada bedanya. Ilmu alam, sosial dan bahasa itu sama pentingnya dengan agama. Karena sama penting dan tugasnya sama, kenapa khusus guru agama di bawah Depag, sedangkan guru umum di bawah Depdiknas. Pembedaan itu merugikan guru agama yang tingkat kesejahteraannya di bawah guru umum," katanya.
Lewat uji materiil atau judicial review, status kedua guru itu akan disamakan. Dengan begitu, guru agama juga wajib memperoleh perlakuan yang sama dengan guru umum.
"Selama ini, yang dapat tunjangan daerah hanya guru umum. Sedangkan guru agama, karena di bawah Depag yang bukan merupakan lembaga otonom, tidak mendapat tunjangan. Bila uji materiil dimenangkan, insya Allah, guru agama berhak pula menikmati 20 persen APBN dan APBD yang dialokasikan untuk dunia pendidikan," katanya. (A-93)***
Sumber: Pikiran Rakyat