Kamis, 06 Desember 2012

Kejujuran Khatib Mukhtar

Oleh: Prof Yunahar Ilyas
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/12/04/meifuf-kejujuran-khatib-mukhtar
Namanya Mukhtar. Anak-anak tiap sore mengaji di taman pendidikan Alquran (TPQ) di samping masjid yang diasuh Mak Tan—panggilan akrabnya. Orang dewasa memanggilnya Angku Khatib, karena jabatan resminya di masjid sebagai khatib. Sekalipun khatib, tetapi Mukhtar jarang memberikan khutbah Jumat. Dia baru akan berkhutbah kalau khatib yang telah dijadwalkan berhalangan hadir. Jika berkhutbah, hampir bisa dipastikan, dia hanya membaca salah satu khutbah yang ada dalam buku kumpulan khutbah Jumat yang tersedia di masjid. Sehari-hari Mukhtar membuka warung di samping masjid. Macam-macam kebutuhan harian masyarakat dijual di warung itu. Sembako, alat tulis, dan macam-macam kue yang dititipkan kepadanya. Dari hasil warung itulah, Mukhtar menghidupi keluarganya, walau seadanya.  
Dua kali sepekan, Mukhtar mengayuh sepedanya sejauh enam kilometer pulang-pergi belanja keperluan warungnya ke kota. Sebelum waktu Zhuhur, dia sudah kembali untuk mempersiapkan diri mengumandangkan azan shalat lima waktu tepat waktu. Kalau imam yang bertugas berhalangan, ia yang memimpin shalat berjamaah. Selain itu, tugas lainnya yang dipercayakan kepadanya adalah menjadi kasir masjid. Setiap Jumat, sebelum khutbah dimulai akan diedarkan beberapa kotak (wakaf, yatim, dan infak), sesuai keinginan jamaah. Hasil infak lebih luwes penggunaannya untuk berbagai kebutuhan masjid. Sedangkan kotak wakaf dan yatim, digunakan sesuai peruntukannya. Bahkan, setiap ada pengajian (ceramah agama), tiga kotak infak itu juga akan beredar, lebih-lebih lagi selama Ramadhan. Kotak-kotak itu akan dibuka di depan jamaah, kemudian dihitung lalu diumumkan. Setelah diketahui jumlahnya oleh jamaah, barulah uang itu disimpannya. 
Dalam memegang amanah keuangan tersebut, ia dikenal sangat jujur. Uang kertas akan disusun dan diikat, sedangkan uang koin dimasukkan kantong plastik lalu disimpan dalam almari sendiri untuk kemudian digunakan sesuai keperluannya. Bila ada orang yang ingin menukar uang recehan, ia tak mau mengabulkannya. Menurutnya, uang itu adalah amanah yang harus dijaga apa adanya. Walaupun dijelaskan bahwa menukar uang recehan dengan uang besar tidak menyalahi aturan, bahkan lebih memudahkannya dalam menyimpan, tetap saja dia tidak peduli. Terkadang, banyak orang geleng-geleng kepala menyaksikan kepolosan dan kejujuran sang khatib ini. Tak jarang pula ada yang menertawakannya. Namun, ia tetap keukeuh memegang amanah itu. Begitulah tugas-tugas di masjid itu. 
Secara sukarela, Khatib Mukhtar menjalani dan mengemban tugasnya dengan tekun, disiplin, dan jujur. Anak-anak kecil yang biasa memanggilnya Mak Tan, kini sudah beranjak dewasa. Mereka telah menyelesaikan pendidikan. Ada yang merantau ke kota, bekerja di desa, dan di tempat lain. Tapi, Mak Tan tetap saja setia dengan warung kecilnya di samping masjid itu. Lima puluh tahun lebih, Khatib Mukhtar mendarmabaktikan hidupnya untuk tugas mulia itu. Sampai akhir hayat tahun lalu, Khatib Mukhtar tidak punya cacat sedikit pun dalam menjalankan amanah yang dibebankan di pundaknya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikannya. Amien.