Selasa, 15 Oktober 2019

STRATEGI PENINGKATAN MUTU MADRASAH MODEL 4.I


Oleh: Ade Zaenudin, S.Ag, M.Ag[1]

Saat ini madrasah semakin menancapkan posisi strategisnya dalam pilar pendidikan nasional. Posisi strategis madrasah saat ini setidaknya bisa dipotret dari beberapa aspek.
Pertama, aspek filosofis. Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang menawarkan keseimbangan antara aspek pengetahuan umum dan agama. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia. Hal ini sejalan dengan doa yang senantiasa kita lantunkan, robbana atinaa fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah. Penguatan nilai-nilai keagamaan menjadi solusi alternatif atas kegelisahan masyarakat terkait maraknya demoralisasi.
Kedua, aspek kelembagaan. Persentase terbesar madrasah sebetulnya adalah milik masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari perimbangan jumlah madrasah di banding sekolah. Madrasah swasta lebih banyak dibanding madrasah negeri. Hal ini berbanding terbalik dengan sekolah negeri yang lebih banyak dibanding sekolah swasta. Kondisi tersebut tidak usah kita persoalkan dengan catatan pemerintah punya keberpihakan terhadap Madrasah. Alhamdulillah, saat ini Kementerian Agama melakukan reformasi kelembagaan dalam rangka memperkuat posisi guru madrasah dengan membentuk Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan, serta mengkhususkan Bidang Pendidikan Madrasah (Penma) di Kantor Kemenag Propinsi dan Kab/Kota yang tadinya Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama (Mapenda)
Ketiga, aspek fisiologis. Teori Hierarchy of Needs-nya Abraham Maslow menyebutkan bahwa kebutuhan mendasar manusia adalah kebutuan fisiologis, terkait sandang, pangan dan papan. Alhamdulillah keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan saat ini bisa dirasakan dengan adanya alokasi 20% anggaran. Salah satu implikasi dari kebijakan tersebut adalah adanya program sertifikasi. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga ikut andil dalam menyukseskan kebijakan tersebut misalnya dengan munculnya insentif untuk guru di Kota Tangerang yang itu bukan hanya untuk guru di bawah diknas saja tapi juga untuk guru madrasah bahkan untuk guru ngaji. Ini merupakan harapan baru yang bisa ditiru daerah lain yang belum punya program tersebut.
Posisi strategis madrasah tersebut harus diimbangi dengan peningkatan mutu madrasah. Dalam hal ini, penulis menawarkan sebuah gagasan model 4.I (Iman, Islam, Ihsan dan Ikhlas) dalam rangka meningkatkan mutu.

A.     IMAN SEBAGAI MODEL PENINGKATAN MUTU LEADER
Salah satu unsur penting yang ada di Madrasah adalah leader (pemimpin). Leader yang dimaksud di sini bukan hanya Kepala Madrasah saja tapi juga termasuk orang-orang yang punya posisi strategis mengambil atau membantu pengambilan keputusan seperti Kepala Urusan Tata Usaha dan para Wakil Kepala Madrasah.
Sebagai leader mereka punya tanggung jawab yang besar dalam rangka meningkatkan kualitas Madrasah sesuai dengan porsi dan fungsinya, dan pada akhirnya Kepala Madrasah lah yang punya tanggung jawab tertinggi dalam rangka meningkatkan kualitas Madrasah tersebut. Salah satu strategi peningkatan kualitas Madrasah adalah peningkatan mutu seorang leader.
Pemerintah melalui PMA Nomor 58 tahun 2017 mendefinisikan Kepala Madrasah sebagai pemimpin madrasah yang melaksanakan tugas manajerial, mengembangkan kewirausahaan, dan melakukan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan. Dalam PMA tersebut disampaikan 5 kompetensi yang harus dimiliki oleh Kepala Madrasah, yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.
Dalam rangka mencapai lima kompetensi tersebut, ada empat indikator sikap yang menjadi penanda mutu leader, yaitu Inovatif, Manajebel, Adaptif dan Naratif, disingkat IMAN.

1.     Inovatif
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Kepala Madrasah adalah Kompetensi Kewirausahaan Kompetensi ini memerlukan sifat inovatif, yaitu sebuah sikap progresif dan kreatif dalam rangka memunculkan ide-ide baru untuk pengembangan Madrasah sebagai sebuah lembaga pendidikan.
Seorang Kepala madrasah harus menciptakan inovasi yang bermanfaat dan tepat guna bagi madrasah, beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya:
a.       Inovasi di bidang kurikulum.
Secara normatif regulatif, kurikulum Madrasah sudah tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) nomor 165 tahun 2014. Regulasi tersebut tentu akan menjadi sandaran utama pelaksanaan kurikulum di Madrasah.
Sebagai sebuah inovasi, Madrasah misalnya bisa mengadaptasi program character building yang ini sejalan tentunya dengan program pendidikan karakter, secara teknis siswa diperkenalkan secara langsung dengan kondisi sosiologis dan psikologis masyarakat tertentu untuk kemudian direfleksi di kelas dan dinternalisasikan dalam sikap hidup keseharian.
b.      Inovasi budaya literasi.
Secara umum budaya literasi di Madrasah saat ini masih bersifat ritualistik formalis, titik tumpu terbesarnya lebih kepada aspek membaca dan lay outing kelas, belum terlalu menyentuh pada substansi literasi.
Hal ini bisa menjadi peluang untuk dilakukan inovasi, salah satunya  dengan cara mengeksplorasi bakat menulis siswa melalui penerbitan buku karya siswa.
Selain itu, kita juga melihat bahwa budaya literasi ini belum begitu membumi bagi para pendidik, kita bisa mengoptimalkan potensi guru agar tulisannya dapat terbit, hal ini tentu sangat menguntungkan buat guru itu sendiri baik dalam rangka peningkatan kualitas maupun sebagai syarat kenaikan pangkat. Bukankah banyak guru PNS yang mandek di golongan IV.a karena terkendala menulis karya ilmiah?
Saat ini product Knowledge tentang “cara mudah menulis” begitu mudah didapatkan, kursus online menulis semakin menjamur, alasan “tidak mampu” sudah tidak laku.
Kita bisa mengeksplorasi kegiatan menulis siswa dan guru dengan menerbitkan program satu buku dalam setahun. Program ini sesungguhnya bukan persoalan yang sulit, bukankah pada dasarnya setiap guru harus memiliki kompetensi akademik minimal S1 yang sudah pasti mereka pernah membuat makalah dan skripsi, itulah modal utamanya.

2.     Manajebel
Manajebel (manageable) adalah kemampuan manajerial (managerial skill) yang baik dalam mengelola madrasah. Seorang leader dituntut untuk mempunyai sifat manajebel. Dalam hal ini, Kepala Madrasah harus mempunyai visi yang jelas dalam pengembangan madrasah ke depan. Visi itu kemudian harus bisa didistribusikan dan dikomunikasikan kepada seluruh staf, baik itu pendidik maupun tenaga kependidikan.
Begitupun Kepala Urusan Tata Usaha, dia harus mampu mendistribusikan tugasnya dengan baik kepada seluruh stafnya. Para wakil kepala madrasah harus mampu mengelola bidangnya masing-masing serta bekerjasama dengan seluruh stakeholders yang pada akhirnya mempertanggungjawabkannya kepada kepala madrasah.
Ada satu hal yang harus dirubah terkait paradigma berpikir seorang Kepala Madrasah, yaitu “Paradigma Atasan Bawahan”. Paradigma tersebut saat ini sudah tidak relevan lagi karena pada prinsipnya kepemimpinan Madrasah bukan kepemimpinan monarki tapi kepemimpinan distributif.
Seorang kepala madrasah tidak bisa bekerja sendirian, perlu tim yang kuat untuk mengimplementasikan seluruh visi dan misinya. Maka dalam hal ini tidak pantas bagi seorang Kepala Madrasah untuk memposisikan pendidikan atau tenaga kependidikannya sebagai seorang bawahan, karena pada prinsipnya mereka adalah mitra kerja yang justru punya posisi strategis untuk menggolkan visi, misi, dan tujuan madrasah yang sudah disepakati sebelumnya.

3.     Adaptif
Perkembangan zaman tidak bisa dipungkiri lagi, arus globalisasi tidak bisa dihindari. Hal tersebut menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi seorang leader termasuk Kepala Madrasah.
Seorang Kepala Madrasah harus mempunyai sikap adaptif terhadap segala tantangan zaman serta mampu meminimalisir dampak negatif dari perkembangan zaman tersebut, bahkan justru mampu menjadikannya sebagai sarana peningkatan mutu.
Ada beberapa hal yang harus diadaptasi oleh seorang leader wabil khusus Kepala Madrasah
a.       Adaptif terhadap teknologi informasi terbaru.
Tidak bisa dipungkiri lagi perkembangan teknologi saat ini begitu massif. Era Revolusi Industri 4.0 yang dikenal dengan era disrupsi mengubah sudut pandang kehidupan masyarakat dari berbasis nyata ke berbasis maya. Dalam hal ini seorang Kepala Madrasah sudah tidak boleh gaptek lagi, setidaknya dia harus mempunyai keinginan mempelajari hal-hal yang baru termasuk teknologi terkini.
b.      Adaptif terhadap regulasi terbaru.
Leader harus senantiasa meng-up date regulasi atau aturan-aturan terbaru terutama terkait dengan pendidikan ke-madrasah-an dan pembelajaran. Dia tidak boleh hanya mengandalkan stafnya untuk mempelajari regulasi-regulasi tersebut, bahkan diupayakan leader lebih tahu duluan dibanding yang lain.

4.     Naratif
Modal utama seorang leader adalah mempunyai visi yang jelas dalam rangka pengembangan kelembagaan. Mempunyai visi saja ternyata tidak cukup karena harus diimplementasikan dengan baik oleh seluruh warga Madrasah. Oleh sebab itu, seorang leader harus mempunyai kemampuan naratif.
Kemampuan naratif adalah kemampuan menyampaikan informasi yang baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Visi yang disusun secara konseptual oleh leader harus mampu dicerna dengan baik oleh seluruh stakeholders madrasah sehingga mereka dengan mudah memahami, menyepakati dan mengimplementasikannya dalam aktivitas-aktivitas yang terprogram secara sistematis. Dengan begitu, visi tidak hanya akan menjadi hiasan tulisan yang terpampang di sudut-sudut ruangan.
Seorang leader yang mempunyai kemampuan naratif baik, akan mampu mengkomunikasikan seluruh ide, pandangan dan hal-hal teknis terhadap semua mitranya. Kemampuan naratif ini pun sangat mendukung terhadap terbangunnya pola komunikasi yang baik dengan berbagai pihak di luar madrasah. Kemampuan ini berimplikasi positif terhadap pengembangan kelembagaan madrasah dalam rangka membangun kerjasama yang mutualistik.

B.     ISLAM SEBAGAI MODEL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
Pepatah arab mengatakan laulal murobbi maa aroftu robbi. Tanpa seorang guru bagaimana mungkin kami mengenal Tuhan. Pepatah ini menegaskan tentang nilai strategis fungsi dan posisi guru. Nilai strategis yang dimiliki guru tersebut harus ditebus dengan kompetensi dan profesionalisme sebagai bagian penting dalam peningkatan mutu.
Saat ini pemerintah sangat consern dalam peningkatan mutu pendidik, salah satunya adalah lahirnya Undang-undang tentang Guru dan Dosen yaitu undang-undang nomor 14 tahun 2005.
Kemudian dari sisi kesejahteraan pemerintah pun melahirkan program sertifikasi yang sudah pasti ini pun dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam Undang-undang guru dan dosen disampaikan ada 4 kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, Kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
Peningkatan mutu pendidik adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi implikasinya sangat signifikan bagi peningkatan mutu pendidikan secara umum.
Setidaknya ada 5 indikator yang menjadi penanda terhadap peningkatan kualitas mutu pendidik yang tersusun dalam kata ISLAM.

1.     Imajinatif
Seorang guru harus mempunyai imajinasi tingkat tinggi karena pada dasarnya guru bukan hanya sekedar berfungsi untuk mentransfer pengetahuan saja tapi harus menginternalisasikan nilai-nilai tersebut pada diri peserta didik.
 Albert Einstein mengatakan imagination is more important than knowledge. Knowledge is limited. Imagination encircles the world imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan terbatas. Titik imajinasi melingkupi dunia
Guru yang mempunyai imajinasi tingkat tinggi akan mampu merangsang siswa untuk berimajinasi pula. Dari imajinasi maka akan lahir sebuah kreativitas. Kemunculan kreativitas ini yang menjadi salah satu penanda keberhasilan proses pembelajaran. Era persaingan global yang sekarang sudah sangat kompetitif memerlukan kemampuan imajinasi dan kreativitas yang tinggi, karena dengan imajinasi yang tinggi akan muncul pula inovasi-inovasi baru.

2.     Spiritualis
Salah satu aspek yang menjadi ciri khas dalam pembelajaran terbaru adalah munculnya sikap spiritual. Sikap spiritual ini harus disisipkankan dalam semua komponen kurikulum dan harus dinilai. Untuk menghasilkan sikap spiritual yang baik dari siswa, diperlukan sikap spiritual yang baik pula dari seorang pendidik, karena pada dasarnya pendidikan adalah teladan bagi peserta didiknya.
Tingginya sikap spiritual guru akan berimplikasi pada ada peningkatan mutu pendidikan karena sejatinya pendidikan itu adalah kawah sarana melahirkan generasi-generasi yang bukan hanya berpengetahuan tapi juga berakhlak yang baik dan salah satu indikator keberhasilan pendidikan adalah di mana siswa lebih takut kepada Tuhannya. Sikap ini akan terimplementasi dalam peningkatan ritme ibadah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Keseimbangan antara iman dan taqwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sesuatu yang sangat penting di tengah arus modernisasi dengan tingkat hedonisme yang lumayan tinggi.

3.     Linguistis
Salah satu jenis kecerdasan menurut teori Multiple Intelligences-nya Howard Gardner[2] adalah kecerdasan linguistik. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan berbahasa atau berkomunikasi yang yang baik, benar, serta bijaksana.
Seorang pendidik dituntut untuk mempunyai kecerdasan linguistik dalam rangka menyampaikan dan meyakinkan materi pembelajaran kepada peserta didik. Dengan kecerdasan linguistik pendidik yang tinggi diharapkan siswa mampu mencerna serta memahami apa yang disampaikan gurunya. Selain kecerdasan menyampaikan secara lisan guru pun harus mampu menyampaikan pesan melalui tulisan dengan baik.

4.     Akademis
Pasal 9 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa kualifikasi akademik untuk guru minimal S1 atau D4. Regulasi tersebut sesungguhnya adalah standar minimal yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, modal dasar tersebut tentu tidaklah cukup, diperlukan unsur-unsur akademis lainnya secara maksimal, diantaranya:
a.       seorang guru harus memiliki keinginan kuat untuk senantiasa meningkatkan kualifikasi akademik tersebut misalnya melanjutkan ke jenjang S2 atau S3.
b.      seorang guru harus mempunyai keinginan kuat untuk terus menggali ilmu ilmu baru dalam rangka meningkatkan kompetensinya dengan senantiasa ikut diklat, seminar, atau kursus, baik yang klasikal maupun berbasis online. Secara prinsipil guru adalah orang yang bekerja di dunia akademis, maka tidak layak kalau seorang guru alergi dengan peningkatan kompetensi akademisnya, justru seharusnya guru menjadi contoh bagi peserta didik untuk senantiasa belajar tanpa henti.
c.       seorang guru bisa terus belajar dengan cara menggali informasi secara individual baik itu dari buku internet dan lain sebagainya.

5.     Motivator
Selain bertugas sebagai penyampai materi, guru harus mampu menjadi motivator bagi peserta didik. Guru harus mampu mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan minat, bakat, dan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Pemberian motivasi tersebut sangatlah penting bagi seorang guru dalam rangka menciptakan peserta didik yang lebih unggul, yang bukan hanya memiliki kemampuan akademik saja, tapi juga memiliki semangat yang hebat dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan yang akan dihadapi oleh siswa di masa yang akan datang dengan demikian guru bukan hanya berfungsi sebagai motivator dalam pembelajaran saja tapi sekaligus menjadi motivator bagi siswa dalam mengarungi kehidupannya

C.      IHSAN SEBAGAI MODEL PENINGKATAN MUTU TENAGA KEPENDIDIKAN
Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri serta diangkat untuk menunjang penyelenggaraan proses pendidikan.
Tenaga kependidikan ini berfungsi sebagai pelayan di bidang administratif dalam rangka penyelenggaraan pembelajaran yang lebih baik. Secara istilah seringkali tenaga kependidikan ini disebut dengan staf tata usaha.
Ada 5 indikator yang menjadi penanda mutu tenaga kependidikan. Kelima hal tersebut disingkat dalam sebuah kata IHSAN.

1.     Informatif
Sebagai pelayan, tenaga kependidikan harus mampu menyajikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik itu kepada guru, murid maupun anggota masyarakat yang lainnya.
Seorang staf tata usaha tidak boleh alergi terhadap kritik ataupun saran yang dilayangkan oleh pengguna jasa pendidikan baik siswa maupun orang tua. Tenaga kependidikan berkewajiban menyampaikan informasi kepada siapapun yang berhak menerimanya. Pemberian informasi itu harus dilakukan dengan santun, arif, dan bijaksana sehingga pengguna jasa pendidikan merasa nyaman.

2.     Humanis
Tenaga kependidikan harus mampu memberikan pelayanan prima dengan penuh keramahan dan kesantunan bagi siapapun yang membutuhkan layanan kependidikan, baik itu siswa, guru, orang tua murid, ataupun lembaga-lembaga lain yang berhubungan dengan pendidikan atau kemadrasahan.


3.     Solutif
Dalam sebuah organisasi lumrah terjadi permasalahan, baik yang sifatnya individual maupun kelembagaan. Permasalahan dianggap sebagai sebuah dinamika yang harus diselesaikan.
Seorang tenaga kependidikan harus memiliki kecakapan memunculkan solusi pemecahan masalah sehingga masalah demi masalah satu persatu terurai dengan baik.

4.     Administratif
Secara umum tugas dari tenaga kependidikan sesungguhnya lebih didominasi pada tugas administratif. Oleh sebab itu, seorang tenaga kependidikan harus mempunyai kemampuan administratif yang tinggi. Kata kuncinya adalah tidak boleh menyepelekan data, sekecil apapun data tersebut.
Seorang tenaga kependidikan harus mampu menata, menyimpan, dan mengarsipkan data-data penting. Saat ini fungsi administratif tersebut sudah mulai beralih dari hal-hal yang sifatnya manual ke arah komputerisasi. Dalam hal ini, tenaga kependidikan harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Saat ini di Madrasah muncul beberapa layanan yang berbasis aplikasi, baik itu layanan kepegawaian, aplikasi nilai, pelaporan keuangan dan lain sebagainya.

5.     Normatif
Normatif diartikan sebagai sebuah sikap menjunjung tinggi norma atau peraturan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini seorang tenaga kependidikan harus mengikuti aturan-aturan atau regulasi yang ada sebagai payung hukum atau dasar pelaksanaan sebuah pekerjaan.
Normatif di sini tidak diartikan sebagai sebuah sikap yang anti atas sebuah perubahan atau pembaharuan. Setidaknya kalau tenaga kependidikan sudah mengikuti aturan yang ada, dia akan mudah dalam mempertanggung-jawabkan kerja kerjanya kepada atasan langsung

D.     IKHLAS SEBAGAI MODEL PENINGKATAN MUTU PESERTA DIDIK
Peserta didik adalah orang yang menerima layanan pendidikan dari satuan pendidikan. Dari semua aspek peningkatan mutu baik itu pendidik, tenaga kependidikan maupun leader-nya, semuanya bermuara kepada peningkatan mutu pembelajaran yang secara langsung akan dirasakan oleh peserta didik.
Sebagai penerima jasa pendidikan, peserta didik harus menerima pelayanan prima dan diupayakan puas dengan pelayanan tersebut.
Pelayanan mutu kelembagaan diharapkan berbanding lurus dengan peningkatan mutu peserta didik, semakin baik mutu lembaga maka seyogiannya semakin baik pula mutu lulusan. Dalam hal ini peserta didik setidaknya ada 6 kata kunci sebagai indikator mutu peserta didik yang disingkat dengan kata IKHLAS.

1.     Intelek
Pengetahuan adalah salah satu ranah penting dalam pembelajaran. Dalam kurikulum 2013 ranah ini dikenal dengan kompetensi inti 3 (KI-3). Orang yang berpengetahuan (tingkat kognisi) tinggi dapat dikatakan intelek.
Dalam konteks pembelajaran standar kompetensi siswa diukur dengan KKM atau kriteria ketuntasan minimal. Jika seorang siswa mendapatkan nilai di atas KKM maka siswa tersebut bisa dikategorikan intelek. Oleh sebab itu, intelektualitas siswa yang tinggi menjadi penanda bagusnya mutu pendidikan.
Salah satu strategi yang bisa dioptimalkan dalam rangka meningkatkan intelektualitas siswa adalah mengimplementasikan konsep critical thinking sebagai salah satu ciri pembelajaran abad 21.

2.     Kreatif
Selain diukur dengan pengetahuan tinggi, mutu peserta didik bisa diukur juga dengan kreativitasnya. Dalam ranah pendidikan, kreativitas ini diadaptasi menjadi ranah keterampilan yang dalam kurikulum 2013 dikenal dengan kompetensi inti 4 (KI-4).
Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi menjadi penanda tingginya mutu pendidikan. Kreativitas ini sangat penting bagi diri siswa karena pada proses kehidupan selanjutnya siswa tidak hanya mengandalkan pengetahuan atau kecerdasan saja. Agar pengetahuan dan kecerdasannya bisa dimanfaatkan secara maksimal maka harus di barengi dengan kreativitas yang tinggi ini sebagai efek dari kompetitifnya persaingan global di masa yang akan datang. Bahkan boleh jadi orang sukses itu adalah orang yang kreativitasnya tinggi walaupun pengetahuannya biasa-biasa saja.
Dalam rangka meningkatkan kreativitas siswa, seorang guru perlu memberikan ruang gerak yang cukup kepada siswa untuk mengekspresikan potensi dan bakatnya supaya tidak terpendam. Hal ini bisa dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Selain itu diperlukan nuansa dan suasana madrasah yang refresentatif untuk melahirkan inspirasi dan kreativitas. Semakin tinggi kreativitas siswa maka bisa dikatakan mutu pendidikan semakin baik.

3.     Humanis
Humanis adalah sikap memanusiakan manusia, maksudnya seorang peserta didik sejatinya mempunyai sikap yang baik ketika bersosialisasi dengan orang lain. Dalam konteks pembelajaran, humanis ini diadaptasi dengan ranah sikap, yang dalam kurikulum 2013 dikenal dengan kompetensi inti 2 (KI-2) yaitu sikap sosial.
Secara filosofis sosiologis, seorang manusia tidak cukup mengandalkan pengetahuan dan keterampilannya saja, akan tetapi harus dilengkapi dengan karakter dan pribadi yang positif sehingga pada akhirnya nanti dia mampu bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Semakin humanis seorang siswa maka ini menjadi penanda berhasilnya proses pendidikan.
Untuk meningkatkan kapasitas sikap sosial menuju lebih baik maka diperlukan keteladanan dari pendidik dan tenaga kependidikan yang pada akhirnya bisa ditiru oleh peserta didik.

4.     Literatif
Penanda lain tingginya mutu pendidikan bisa dilihat juga dari seberapa besar siswa mampu berliterasi dengan baik. Modal utama budaya literasi ini diantaranya adalah keterampilan menulis dan membaca. Semakin tinggi tingkat literasi siswa menjadi penanda semakin tinggi pula mutu pendidikan.
Untuk meningkatkan kualitas berliterasi bagi siswa, diperlukan keseriusan dari lembaga pendidikan terutama dari gurunya untuk membuat program-program yang nyata tidak hanya sekedar program yang formalistik.
Dengan program literasi ini diharapkan siswa tidak hanya dibiasakan membaca saja tapi bagaimana agar bisa menghasilkan produk seperti buletin, majalah, atau buku. Paling tidak siswa diajak untuk membuat buku antologi atau buku karya berjamaah.

5.     Adaptif
Kurikulum 2013 sempat menghapuskan mata pelajaran TIK atau teknologi informasi dan komunikasi karena dianggap TIK ini bisa disisipkan pada semua mata pelajaran. Namun karena dianggap penting, akhir-akhir ini mata pelajaran Informatika kemudian dimunculkan kembali.
Pentingnya mata pelajaran informatika sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin dahsyat. Perkembangan teknologi ini tentu tidak bisa kita dihindari, yang bisa dilakukan adalah siswa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Semakin siswa mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi maka bisa dikatakan mutu lembaga pendidikannya semakin baik pula karena lembaga tersebut berkontribusi dalam rangka mendorong siswa untuk lebih adaptif.

6.     Sholeh
Kesholehan menjadi penyempurna terhadap aspek sikap. Kesholehan ini terdiri dari dua kategori yaitu kesholehan individual dan kesholehan sosial. Kesholehan individual adalah kesholehan diri sebagai manifestasi dari sikap spiritual yang dalam kurikulum 2013 dikenal dengan kompetensi inti 1 (KI-1).
Adapun kesholehan sosial adalah manifestasi relasi diri dengan orang lain. Kesholehan seorang siswa yang dihasilkan dari sebuah proses pembelajaran menjadi penanda mutu pendidikan yang baik karena sejatinya pendidikan adalah sebuah proses melahirkan generasi-generasi yang cerdas dan berperilaku sholeh.
Dalam rangka melahirkan generasi yang sholeh, lembaga pendidikan harus membangun nuansa religius baik di dalam maupun di luar kelas. Seluruh pelajaran harus menjadikan akhlak sebagai core curriculum (Kurikulum inti) dan menempatkan adab diatas ilmu pengetahuan.
Demikianlah gagasan penulis sebagai sumbangsih pemikiran untuk ikut membesarkan rumah sendiri, Madrasah. Gagasan ini muncul sebagai sebuah refleksi dan evaluasi dari orang Madrasah tulen, orang yang lahir dari keluarga madrasah, mengenyam pendidikan di Madrasah (MI, MTs, dan MA) serta perguruan tinggi di bawah Kementerian Agama dan saat ini hidup dan menghidupi keluarganya dari Madrasah. Istrinya pun seorang guru madrasah bahkan ke empat anaknya sedang belajar di Madrasah.
Semoga bermanfaat. Insya Allah, Madrasah Berkah, Hebat, Bermartabat.
Wallohu a’lam.


Bahan Bacaan

Chatib, Munif, Sekolahnya Manusia, Bandung: Mizan Media Utama, 2009

Mulyawan dkk, Guru Zaman Now.Yogyakarta: Zahir Publishing, 2018

Romzi, Moh. Anis. Kepala Sekolah Belum Berpengalaman. Penerbit Media Guru. 2018

Suyanto & Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional. Erlangga. 2013

Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Jakarta: CV. Tamita Utama, 2006

Usman, Muh. Uzer. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990.



[1] Guru MTs Negeri 3 Kota Tangerang
[2] Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Bandung: Mizan Media Utama, 2009