Minggu, 31 Mei 2020

SALAT BAPER


Sumber Gambar: turospustaka.com
Oleh: Ade Zaenudin

Dalam kitab Sirojut Tholibin, dikisahkan seorang murid memimpikan gurunya, sesaat setelah gurunya tersebut wafat. Sang guru adalah seorang ulama sufi bernama syekh Hasan Bashri.

Bagaimana kabarnya guru? Sang murid bertanya di mimpi itu

Hampir saja aku ditolak oleh Allah swt, penyebabnya adalah ketika saya salat di hadapan orang banyak, maka bacaan salat saya bagus-baguskan, saya lama-lamakan, saya enak-enakkan.

Lalu, Allah Swt menyampaikan kepadaku, [seandainya dari awal kamu salah, maka aku tidak sudi melihat kamu, akan tetapi karena niat di awal salat kamu bagus maka Aku maafkan]. Ketika di awal salat aku selalu berniat lillahi ta’ala, hanya karena Allah Swt.

Beruntung Syekh Hasan Basri, akhirnya Allah selamatkan karena niat yang baik.

Pernah kita merasakan ketika salat di masjid sendirian, lalu ada yang makmum masbuk dan tiba-tiba kita lebih mengkhusyukan salat, membaguskan bacaan, atau jadi memperlama durasi setiap rukun salat?

Pointnya adalah ada perbedaan antara ketika dilihat orang dan tidak dilihat orang.

Dalam posisi itu, kita tidak sadar bahwa sesungguhnya ada atau tidak ada orang lain, kita sedang dilihat sama Allah Swt. Namun kenapa kita lebih malu sama manusia.

Ya, di sini kita bisa menyimpulkan bahwa orang yang salat saja belum tentu akan selamat, apalagi yang tidak pernah mau melakukan salat. Kita bisa perdalam lagi hal ini melalui surah al-Ma’un.

Point yang kedua adalah bahwa niat itu punya peran strategis. Maka yang ideal adalah bagaimana memadukan antara niat dan pelaksanaan, keduanya harus baik dan semata hanya karena menjalankan perintah Allah.

Mungkin sebagian kita pernah digelayuti pertanyaan ngeyel, kenapa salat harus menghadap ka’bah? kenapa tidak menghadap monas saja? padahal sama-sama bangunan yang terbuat dari batu.

Kita salat menghadap ka’bah bukan karena menyembah batu, bukan pula kita punya anggapan bahwa Allah Swt berada di dalam ka’bah. Bukan. Alasannya cuma satu, karena Allah Swt menyuruh kita salat menghadap ke arah masjidil haram (ka’bah) yang tertuang dalam surah al-Baqarah ayat 144.

Anda saja Allah Swt menyuruh kita salat menghadap monas, maka pasti akan kita lakukan. Bahkan sebaliknya, jika tidak pernah ada perintah salat, buat apa kita lakukan?

Kita bisa bayangkan, kalau lah tidak ada perintah menghadap kiblat, maka bisa jadi kita salat ke arah mana saja, semaunya, bisa berantakan, beradu kepala sesama jamaah saat ruku’ atau sujud. Hehe… kan aneh.

Di doa iftitah yang kita baca setiap awal salat, kita senantiasa menegaskan, Innii wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawati wal ardi (Sesungguhnya aku hadapkan wajahku ke hadapan Allah yang menciptakan langit dan bumi). Kita pun secara tegas menyatakan Inna salati, wanusukii, wa mahyaaya wa mamaati, lillahi robbil alamin. (Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan Semesta Alam.

Jadi, kalau salat gak usah baper, hehe…

Wassalam
8 Syawal 1441 H.