Kamis, 08 Oktober 2020

Manisnya Jebakan Manis


Oleh: Ade Zaenudin

 

Segelas susu habis beberapa menit saja pagi ini, menyertai belajar secara virtual bersama sahabat seperjuangan.

Astagfirullah…

Ternyata dalam waktu sekejap, tetesan susu sisa di gelas sudah berubah menjadi bencana, merenggut nyawa.

Manis yang tersisa di lidah, lenyap seketika. Keringat dingin tersisa merubah rasa.

Sekelompok kawanan semut terjebak di dalam gelas.

Saya membayangkan maksud mereka, saya yakin niatnya adalah untuk memperpanjang nyawa, mencari makan, namun justru malah sebaliknya, hilang nyawa.

Sejenak saya berfikir, siapapun akan berjuang demi memenuhi kebutuhan. Segenap pengetahuan dan pengalaman sejatinya menjadi modal untuk melangkah, sebelum terjebak dalam ganasnya kehidupan.

Bayangan saya tertuju mencari semut mana yang pertama kali terjebak, entahlah? Lalu saya bertanya kenapa yang belakangan terjebak juga padahal kawannya sudah duluan terjebak. Inilah pentingnya berliterasi, belajar pada keadaan dan peka terhadap situasi, walau itu bukan jaminan keselamatan.

Saya mencoba berhusnudzan, yang terjebak pertama kali memang karena ketidaktahuan, dan yang selanjutnya mau mencoba menyelamatkan, saya tahu bagaimana karakter semut, gotong royongnya patut jadi teladan. Namun demikian, niat baik tidak selamanya berakibat baik. Kalau sudah demikian, maka mari kita bertawakkal, takdir Allah tak akan bisa dilawan.

 Jika hidup ini dihadapkan pada pilihan manis dan pahit, maka saya semakin yakin bahwa tidak selamanya yang manis itu mendatangkan kenikmatan.

Lalu siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini semua, apakah rasa manis yang mengundang bencana, menipu kawanan semut? Belum tentu. Andai rasa manis itu tidak bercampur air, semut itu bisa saja selamat, sayang gula yang menjad incaran semut sudah larut dalam air.

Kalau begitu airlah yang bertanggung jawab! Rasanya bukan juga, air pasti membela diri, siapa suruh saya dilarutkan dengan gula dan disimpan dalam gelas. Gelaspun dengan “mata tajam” seolah membentak saya, kenapa kau sisakan tetesan air padaku, andai saja kau jilat tetesan susu tak tersisa, atau segera kau cuci aku, pasti tidak aka nada korban nyawa.

Ya Allah…

Anda ini semua dosaku, aku hanya bisa meminta maaf lewat tulisan ini.

Astagfirullohaladhim wa atubu ilaih.

Bimtek Kurikulum secara Virtual pun akhirnya tuntas, tersisa memori kelam, gugurnya kawanan semut yang tak berdosa. Astagfirullohaladhim.

Ruang guru, 8 Oktober 2020