Oleh: Ade Zaenudin
Segelas susu habis beberapa menit
saja pagi ini, menyertai belajar secara virtual bersama sahabat seperjuangan.
Astagfirullah…
Ternyata dalam waktu sekejap, tetesan
susu sisa di gelas sudah berubah menjadi bencana, merenggut nyawa.
Manis yang tersisa di lidah,
lenyap seketika. Keringat dingin tersisa merubah rasa.
Sekelompok kawanan semut terjebak
di dalam gelas.
Saya membayangkan maksud mereka,
saya yakin niatnya adalah untuk memperpanjang nyawa, mencari makan, namun
justru malah sebaliknya, hilang nyawa.
Sejenak saya berfikir, siapapun
akan berjuang demi memenuhi kebutuhan. Segenap pengetahuan dan pengalaman
sejatinya menjadi modal untuk melangkah, sebelum terjebak dalam ganasnya
kehidupan.
Bayangan saya tertuju mencari
semut mana yang pertama kali terjebak, entahlah? Lalu saya bertanya kenapa yang
belakangan terjebak juga padahal kawannya sudah duluan terjebak. Inilah
pentingnya berliterasi, belajar pada keadaan dan peka terhadap situasi, walau itu
bukan jaminan keselamatan.
Saya mencoba berhusnudzan, yang terjebak
pertama kali memang karena ketidaktahuan, dan yang selanjutnya mau mencoba
menyelamatkan, saya tahu bagaimana karakter semut, gotong royongnya patut jadi teladan.
Namun demikian, niat baik tidak selamanya berakibat baik. Kalau sudah demikian,
maka mari kita bertawakkal, takdir Allah tak akan bisa dilawan.
Jika hidup ini dihadapkan pada pilihan manis
dan pahit, maka saya semakin yakin bahwa tidak selamanya yang manis itu mendatangkan
kenikmatan.
Lalu siapa yang bertanggung jawab
atas kejadian ini semua, apakah rasa manis yang mengundang bencana, menipu
kawanan semut? Belum tentu. Andai rasa manis itu tidak bercampur air, semut itu
bisa saja selamat, sayang gula yang menjad incaran semut sudah larut dalam air.
Kalau begitu airlah yang
bertanggung jawab! Rasanya bukan juga, air pasti membela diri, siapa suruh saya
dilarutkan dengan gula dan disimpan dalam gelas. Gelaspun dengan “mata tajam” seolah
membentak saya, kenapa kau sisakan tetesan air padaku, andai saja kau jilat
tetesan susu tak tersisa, atau segera kau cuci aku, pasti tidak aka nada korban
nyawa.
Ya Allah…
Anda ini semua dosaku, aku hanya
bisa meminta maaf lewat tulisan ini.
Astagfirullohaladhim wa atubu
ilaih.
Bimtek Kurikulum secara Virtual pun
akhirnya tuntas, tersisa memori kelam, gugurnya kawanan semut yang tak berdosa.
Astagfirullohaladhim.
Ruang guru, 8 Oktober 2020