Oleh:
Ade Zaenudin, S.Ag, M.Ag[1]
Saat
ini madrasah semakin menancapkan posisi strategisnya dalam pilar pendidikan
nasional. Posisi strategis madrasah saat ini setidaknya bisa dipotret dari
beberapa aspek.
Pertama, aspek
filosofis. Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang menawarkan keseimbangan
antara aspek pengetahuan umum dan agama. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan
dasar manusia. Hal ini sejalan dengan doa yang senantiasa kita lantunkan, robbana
atinaa fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah. Penguatan nilai-nilai
keagamaan menjadi solusi alternatif atas kegelisahan masyarakat terkait
maraknya demoralisasi.
Kedua, aspek
kelembagaan. Persentase terbesar madrasah sebetulnya adalah milik masyarakat. Hal
ini bisa kita lihat dari perimbangan jumlah madrasah di banding sekolah.
Madrasah swasta lebih banyak dibanding madrasah negeri. Hal ini berbanding
terbalik dengan sekolah negeri yang lebih banyak dibanding sekolah swasta.
Kondisi tersebut tidak usah kita persoalkan dengan catatan pemerintah punya
keberpihakan terhadap Madrasah. Alhamdulillah, saat ini Kementerian Agama
melakukan reformasi kelembagaan dalam rangka memperkuat posisi guru madrasah
dengan membentuk Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan, serta mengkhususkan
Bidang Pendidikan Madrasah (Penma) di Kantor Kemenag Propinsi dan Kab/Kota yang
tadinya Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama (Mapenda)
Ketiga, aspek
fisiologis. Teori Hierarchy of Needs-nya Abraham Maslow menyebutkan
bahwa kebutuhan mendasar manusia adalah kebutuan fisiologis, terkait sandang,
pangan dan papan. Alhamdulillah keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan
saat ini bisa dirasakan dengan adanya alokasi 20% anggaran. Salah satu
implikasi dari kebijakan tersebut adalah adanya program sertifikasi. Di samping
itu, Pemerintah Daerah juga ikut andil dalam menyukseskan kebijakan tersebut
misalnya dengan munculnya insentif untuk guru di Kota Tangerang yang itu bukan
hanya untuk guru di bawah diknas saja tapi juga untuk guru madrasah bahkan
untuk guru ngaji. Ini merupakan harapan baru yang bisa ditiru daerah lain yang
belum punya program tersebut.
Posisi
strategis madrasah tersebut harus diimbangi dengan peningkatan mutu madrasah.
Dalam hal ini, penulis menawarkan sebuah gagasan model 4.I (Iman, Islam, Ihsan
dan Ikhlas) dalam rangka meningkatkan mutu.
A.
IMAN SEBAGAI
MODEL PENINGKATAN MUTU LEADER
Salah
satu unsur penting yang ada di Madrasah adalah leader (pemimpin). Leader
yang dimaksud di sini bukan hanya Kepala Madrasah saja tapi juga termasuk
orang-orang yang punya posisi strategis mengambil atau membantu pengambilan
keputusan seperti Kepala Urusan Tata Usaha dan para Wakil Kepala Madrasah.
Sebagai
leader mereka punya tanggung jawab yang besar dalam rangka meningkatkan
kualitas Madrasah sesuai dengan porsi dan fungsinya, dan pada akhirnya Kepala Madrasah
lah yang punya tanggung jawab tertinggi dalam rangka meningkatkan kualitas
Madrasah tersebut. Salah satu strategi peningkatan kualitas Madrasah adalah peningkatan
mutu seorang leader.
Pemerintah
melalui PMA Nomor 58 tahun 2017 mendefinisikan Kepala Madrasah sebagai pemimpin
madrasah yang melaksanakan tugas manajerial, mengembangkan kewirausahaan, dan
melakukan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan. Dalam PMA tersebut disampaikan
5 kompetensi yang harus dimiliki oleh Kepala Madrasah, yaitu: kompetensi
kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi,
dan kompetensi sosial.
Dalam
rangka mencapai lima kompetensi tersebut, ada empat indikator sikap yang
menjadi penanda mutu leader, yaitu Inovatif, Manajebel, Adaptif dan Naratif,
disingkat IMAN.
1.
Inovatif
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Kepala
Madrasah adalah Kompetensi Kewirausahaan Kompetensi ini memerlukan sifat
inovatif, yaitu sebuah sikap progresif dan kreatif dalam rangka memunculkan ide-ide
baru untuk pengembangan Madrasah sebagai sebuah lembaga pendidikan.
Seorang Kepala
madrasah harus menciptakan inovasi yang bermanfaat dan tepat guna bagi madrasah, beberapa
hal yang bisa dilakukan diantaranya:
a. Inovasi di bidang kurikulum.
Secara normatif regulatif, kurikulum Madrasah sudah tertuang dalam Keputusan
Menteri Agama (KMA) nomor 165 tahun 2014. Regulasi tersebut tentu akan menjadi sandaran utama
pelaksanaan kurikulum di Madrasah.
Sebagai sebuah inovasi, Madrasah misalnya bisa mengadaptasi program character building yang
ini sejalan tentunya dengan program pendidikan karakter,
secara teknis siswa diperkenalkan secara langsung dengan kondisi sosiologis dan
psikologis masyarakat tertentu untuk kemudian direfleksi di kelas dan
dinternalisasikan dalam sikap hidup keseharian.
b. Inovasi budaya literasi.
Secara umum budaya literasi di Madrasah saat ini masih
bersifat ritualistik formalis, titik tumpu terbesarnya lebih kepada aspek
membaca dan lay outing kelas, belum terlalu menyentuh pada substansi
literasi.
Hal ini bisa menjadi peluang untuk dilakukan inovasi,
salah satunya dengan cara mengeksplorasi
bakat menulis siswa melalui penerbitan buku karya siswa.
Selain itu, kita juga melihat bahwa budaya literasi ini
belum begitu membumi bagi para pendidik, kita bisa mengoptimalkan potensi guru
agar tulisannya dapat terbit, hal ini tentu sangat menguntungkan buat guru itu
sendiri baik dalam rangka peningkatan kualitas maupun sebagai syarat kenaikan
pangkat. Bukankah banyak guru PNS yang mandek di golongan IV.a karena
terkendala menulis karya ilmiah?
Saat ini product Knowledge tentang “cara mudah menulis”
begitu mudah didapatkan, kursus online menulis semakin menjamur, alasan “tidak
mampu” sudah tidak laku.
Kita bisa mengeksplorasi kegiatan menulis siswa dan guru dengan
menerbitkan program satu buku dalam setahun. Program ini sesungguhnya bukan persoalan yang sulit, bukankah
pada dasarnya setiap guru harus memiliki kompetensi akademik minimal S1 yang
sudah pasti mereka pernah membuat makalah dan skripsi, itulah modal
utamanya.
2.
Manajebel
Manajebel (manageable) adalah kemampuan manajerial (managerial skill)
yang baik dalam mengelola madrasah. Seorang leader dituntut untuk
mempunyai sifat manajebel. Dalam hal ini, Kepala Madrasah harus mempunyai visi yang
jelas dalam pengembangan madrasah ke depan. Visi itu kemudian harus bisa
didistribusikan dan dikomunikasikan kepada seluruh staf, baik itu pendidik maupun
tenaga kependidikan.
Begitupun Kepala Urusan Tata Usaha, dia harus mampu
mendistribusikan tugasnya dengan baik kepada seluruh stafnya. Para wakil kepala madrasah harus mampu mengelola bidangnya
masing-masing serta bekerjasama dengan seluruh stakeholders yang pada akhirnya mempertanggungjawabkannya kepada
kepala madrasah.
Ada satu
hal yang harus dirubah terkait paradigma berpikir seorang Kepala Madrasah, yaitu “Paradigma
Atasan Bawahan”. Paradigma tersebut saat ini sudah tidak relevan lagi karena
pada prinsipnya kepemimpinan Madrasah bukan kepemimpinan monarki tapi
kepemimpinan distributif.
Seorang kepala madrasah tidak bisa bekerja sendirian,
perlu tim yang kuat untuk mengimplementasikan seluruh visi dan misinya. Maka
dalam hal ini tidak pantas bagi seorang Kepala Madrasah untuk memposisikan
pendidikan atau tenaga kependidikannya sebagai seorang bawahan, karena pada
prinsipnya mereka adalah mitra kerja yang justru punya posisi strategis untuk
menggolkan visi, misi, dan tujuan madrasah yang sudah disepakati sebelumnya.
3.
Adaptif
Perkembangan zaman tidak bisa dipungkiri lagi, arus
globalisasi tidak bisa dihindari. Hal tersebut menjadi sebuah tantangan sekaligus peluang bagi seorang leader
termasuk Kepala Madrasah.
Seorang Kepala Madrasah harus mempunyai sikap adaptif
terhadap segala tantangan zaman serta mampu meminimalisir dampak negatif dari
perkembangan zaman tersebut, bahkan justru mampu menjadikannya sebagai sarana
peningkatan mutu.
Ada beberapa hal yang harus diadaptasi oleh seorang leader
wabil khusus Kepala Madrasah
a.
Adaptif terhadap teknologi informasi terbaru.
Tidak bisa dipungkiri lagi perkembangan teknologi saat
ini begitu massif. Era Revolusi Industri 4.0 yang dikenal dengan era disrupsi
mengubah sudut pandang kehidupan masyarakat dari berbasis nyata ke berbasis maya. Dalam
hal ini seorang Kepala Madrasah sudah tidak boleh gaptek lagi,
setidaknya dia harus mempunyai keinginan mempelajari hal-hal yang baru termasuk
teknologi terkini.
b.
Adaptif terhadap regulasi terbaru.
Leader harus
senantiasa meng-up
date regulasi atau aturan-aturan terbaru terutama terkait dengan pendidikan ke-madrasah-an
dan pembelajaran. Dia tidak boleh hanya mengandalkan stafnya untuk mempelajari
regulasi-regulasi tersebut, bahkan diupayakan leader lebih
tahu duluan dibanding yang lain.
4.
Naratif
Modal utama seorang leader adalah mempunyai visi
yang jelas dalam rangka pengembangan kelembagaan. Mempunyai visi
saja ternyata tidak cukup karena harus diimplementasikan dengan baik oleh
seluruh warga Madrasah. Oleh
sebab itu, seorang leader harus mempunyai kemampuan naratif.
Kemampuan naratif adalah kemampuan menyampaikan informasi
yang baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Visi yang disusun secara konseptual oleh leader
harus mampu dicerna dengan baik oleh seluruh stakeholders madrasah sehingga mereka dengan mudah memahami,
menyepakati dan mengimplementasikannya dalam aktivitas-aktivitas yang
terprogram secara sistematis. Dengan begitu, visi tidak hanya akan
menjadi hiasan tulisan yang terpampang di sudut-sudut ruangan.
Seorang leader yang mempunyai kemampuan naratif
baik, akan mampu mengkomunikasikan seluruh ide, pandangan dan hal-hal teknis terhadap semua mitranya. Kemampuan naratif ini pun sangat mendukung
terhadap terbangunnya pola komunikasi yang baik dengan berbagai pihak di luar
madrasah. Kemampuan
ini berimplikasi positif terhadap pengembangan kelembagaan madrasah dalam
rangka membangun kerjasama yang mutualistik.
B.
ISLAM SEBAGAI
MODEL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
Pepatah
arab mengatakan laulal murobbi maa aroftu robbi. Tanpa seorang guru bagaimana mungkin kami mengenal Tuhan. Pepatah
ini menegaskan tentang nilai strategis fungsi dan posisi guru. Nilai
strategis yang dimiliki guru tersebut harus ditebus dengan kompetensi dan
profesionalisme sebagai bagian penting dalam peningkatan mutu.
Saat
ini pemerintah sangat consern dalam peningkatan mutu
pendidik, salah
satunya adalah lahirnya Undang-undang
tentang Guru dan
Dosen yaitu undang-undang nomor 14 tahun 2005.
Kemudian
dari sisi kesejahteraan pemerintah pun melahirkan program sertifikasi yang
sudah pasti ini pun dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam Undang-undang guru dan dosen disampaikan ada 4 kompetensi yang wajib dimiliki oleh
seorang guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, Kompetensi
sosial, dan kompetensi professional.
Peningkatan
mutu pendidik adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi implikasinya
sangat signifikan bagi peningkatan mutu pendidikan secara umum.
Setidaknya ada 5 indikator yang menjadi penanda
terhadap peningkatan kualitas mutu pendidik yang tersusun dalam kata ISLAM.
1.
Imajinatif
Seorang
guru harus mempunyai imajinasi tingkat tinggi karena pada dasarnya guru bukan
hanya sekedar berfungsi untuk mentransfer
pengetahuan saja tapi harus menginternalisasikan
nilai-nilai tersebut pada diri peserta didik.
Albert Einstein mengatakan imagination is
more important than knowledge. Knowledge is limited. Imagination encircles the world
imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan terbatas. Titik
imajinasi melingkupi dunia
Guru
yang mempunyai imajinasi tingkat tinggi akan mampu merangsang siswa untuk berimajinasi pula. Dari
imajinasi maka akan lahir sebuah kreativitas. Kemunculan
kreativitas ini yang menjadi salah satu penanda keberhasilan proses
pembelajaran. Era persaingan global yang sekarang sudah sangat kompetitif
memerlukan kemampuan imajinasi dan kreativitas yang tinggi, karena dengan
imajinasi yang tinggi akan muncul pula inovasi-inovasi baru.
2.
Spiritualis
Salah
satu aspek yang menjadi ciri khas dalam pembelajaran terbaru adalah munculnya
sikap spiritual. Sikap spiritual ini harus disisipkankan dalam semua komponen
kurikulum dan harus dinilai. Untuk menghasilkan sikap spiritual yang baik dari
siswa, diperlukan sikap spiritual yang baik pula dari seorang pendidik, karena
pada dasarnya pendidikan adalah teladan bagi peserta didiknya.
Tingginya
sikap spiritual guru akan berimplikasi pada ada peningkatan mutu pendidikan
karena sejatinya pendidikan itu adalah kawah sarana melahirkan
generasi-generasi yang bukan hanya berpengetahuan tapi juga berakhlak yang baik
dan salah satu indikator keberhasilan pendidikan adalah di mana siswa lebih
takut kepada Tuhannya. Sikap ini akan terimplementasi dalam peningkatan ritme
ibadah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Keseimbangan
antara iman dan taqwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi sesuatu yang
sangat penting di tengah arus modernisasi dengan tingkat hedonisme yang lumayan
tinggi.
3.
Linguistis
Salah
satu jenis kecerdasan menurut teori Multiple Intelligences-nya Howard Gardner[2]
adalah kecerdasan linguistik. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan
berbahasa atau berkomunikasi yang yang baik, benar, serta bijaksana.
Seorang
pendidik dituntut untuk mempunyai kecerdasan linguistik dalam rangka
menyampaikan dan meyakinkan materi pembelajaran kepada peserta didik. Dengan
kecerdasan linguistik pendidik yang tinggi diharapkan siswa mampu mencerna
serta memahami apa yang disampaikan gurunya. Selain kecerdasan menyampaikan
secara lisan guru pun harus mampu menyampaikan pesan melalui tulisan dengan
baik.
4.
Akademis
Pasal 9
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa
kualifikasi akademik untuk guru minimal S1 atau D4. Regulasi tersebut
sesungguhnya adalah standar minimal yang harus dimiliki oleh seorang guru. Dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan, modal dasar tersebut tentu tidaklah cukup,
diperlukan unsur-unsur akademis lainnya secara maksimal, diantaranya:
a.
seorang guru harus
memiliki keinginan kuat untuk senantiasa meningkatkan kualifikasi akademik
tersebut misalnya melanjutkan ke jenjang S2 atau S3.
b.
seorang guru harus
mempunyai keinginan kuat untuk terus menggali ilmu ilmu baru dalam rangka
meningkatkan kompetensinya dengan senantiasa ikut diklat, seminar, atau kursus,
baik yang klasikal maupun berbasis online. Secara prinsipil guru adalah orang
yang bekerja di dunia akademis, maka tidak layak kalau seorang guru alergi
dengan peningkatan kompetensi akademisnya, justru seharusnya guru menjadi
contoh bagi peserta didik untuk senantiasa belajar tanpa henti.
c.
seorang guru bisa terus
belajar dengan cara menggali informasi secara individual baik itu dari buku
internet dan lain sebagainya.
5.
Motivator
Selain
bertugas sebagai penyampai materi, guru harus mampu menjadi motivator bagi
peserta didik. Guru harus mampu mendorong peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan minat, bakat, dan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Pemberian
motivasi tersebut sangatlah penting bagi seorang guru dalam rangka menciptakan
peserta didik yang lebih unggul, yang bukan hanya memiliki kemampuan akademik
saja, tapi juga memiliki semangat yang hebat dalam rangka memecahkan
persoalan-persoalan yang akan dihadapi oleh siswa di masa yang akan datang
dengan demikian guru bukan hanya berfungsi sebagai motivator dalam pembelajaran
saja tapi sekaligus menjadi motivator bagi siswa dalam mengarungi kehidupannya
C. IHSAN SEBAGAI MODEL PENINGKATAN MUTU TENAGA KEPENDIDIKAN
Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri serta diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan proses pendidikan.
Tenaga kependidikan
ini berfungsi sebagai pelayan di bidang administratif dalam rangka
penyelenggaraan pembelajaran yang lebih baik. Secara istilah seringkali tenaga
kependidikan ini disebut dengan staf tata usaha.
Ada 5 indikator
yang menjadi penanda mutu tenaga kependidikan. Kelima hal tersebut disingkat
dalam sebuah kata IHSAN.
1.
Informatif
Sebagai pelayan, tenaga kependidikan harus mampu
menyajikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik itu kepada
guru, murid maupun anggota masyarakat yang lainnya.
Seorang staf tata usaha tidak boleh alergi terhadap
kritik ataupun saran yang dilayangkan oleh pengguna jasa pendidikan baik siswa
maupun orang tua. Tenaga
kependidikan berkewajiban menyampaikan informasi kepada siapapun yang berhak
menerimanya. Pemberian informasi itu harus dilakukan dengan santun, arif,
dan bijaksana sehingga pengguna jasa pendidikan merasa nyaman.
2.
Humanis
Tenaga kependidikan harus mampu memberikan pelayanan
prima dengan penuh keramahan dan kesantunan bagi siapapun yang membutuhkan
layanan kependidikan, baik itu siswa, guru, orang tua murid, ataupun
lembaga-lembaga lain yang berhubungan dengan pendidikan atau kemadrasahan.
3.
Solutif
Dalam sebuah organisasi lumrah terjadi permasalahan, baik
yang sifatnya individual maupun kelembagaan. Permasalahan
dianggap sebagai sebuah dinamika yang harus diselesaikan.
Seorang tenaga kependidikan harus memiliki kecakapan
memunculkan solusi pemecahan masalah sehingga masalah demi masalah satu persatu
terurai dengan baik.
4.
Administratif
Secara
umum tugas dari tenaga kependidikan sesungguhnya lebih didominasi pada tugas
administratif. Oleh sebab itu, seorang tenaga kependidikan harus mempunyai
kemampuan administratif yang tinggi. Kata kuncinya adalah tidak boleh
menyepelekan data, sekecil apapun data tersebut.
Seorang
tenaga kependidikan harus mampu menata, menyimpan, dan mengarsipkan data-data
penting. Saat ini fungsi administratif tersebut sudah mulai beralih dari
hal-hal yang sifatnya manual ke arah komputerisasi. Dalam hal ini, tenaga
kependidikan harus bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Saat ini di
Madrasah muncul beberapa layanan yang berbasis aplikasi, baik itu layanan
kepegawaian, aplikasi nilai, pelaporan keuangan dan lain sebagainya.
5.
Normatif
Normatif diartikan sebagai sebuah sikap menjunjung tinggi
norma atau peraturan peraturan yang berlaku. Dalam hal ini seorang tenaga
kependidikan harus mengikuti aturan-aturan atau regulasi yang ada sebagai
payung hukum atau dasar pelaksanaan sebuah pekerjaan.
Normatif di sini tidak diartikan sebagai sebuah sikap yang
anti atas sebuah perubahan atau pembaharuan. Setidaknya kalau tenaga kependidikan sudah mengikuti
aturan yang ada, dia akan
mudah dalam mempertanggung-jawabkan
kerja kerjanya kepada atasan langsung
D.
IKHLAS
SEBAGAI MODEL PENINGKATAN MUTU
PESERTA DIDIK
Peserta didik adalah orang yang menerima layanan
pendidikan dari satuan pendidikan. Dari semua aspek peningkatan mutu baik itu
pendidik, tenaga kependidikan maupun leader-nya, semuanya bermuara
kepada peningkatan mutu pembelajaran yang secara langsung akan dirasakan oleh
peserta didik.
Sebagai
penerima jasa pendidikan, peserta didik harus menerima pelayanan prima dan
diupayakan puas dengan pelayanan tersebut.
Pelayanan
mutu kelembagaan diharapkan berbanding lurus dengan peningkatan mutu peserta
didik, semakin baik mutu lembaga maka seyogiannya semakin baik pula mutu
lulusan. Dalam hal ini peserta didik setidaknya ada 6 kata kunci sebagai
indikator mutu peserta didik yang disingkat dengan kata IKHLAS.
1.
Intelek
Pengetahuan adalah salah satu ranah penting dalam
pembelajaran. Dalam kurikulum 2013 ranah ini dikenal dengan kompetensi inti 3 (KI-3). Orang yang berpengetahuan (tingkat kognisi) tinggi dapat dikatakan intelek.
Dalam konteks pembelajaran standar kompetensi siswa
diukur dengan KKM atau kriteria ketuntasan minimal. Jika seorang siswa mendapatkan nilai di atas KKM maka
siswa tersebut bisa dikategorikan intelek. Oleh sebab itu, intelektualitas siswa yang tinggi
menjadi penanda bagusnya mutu pendidikan.
Salah satu strategi yang bisa dioptimalkan dalam rangka
meningkatkan intelektualitas siswa adalah mengimplementasikan konsep critical
thinking sebagai salah satu ciri pembelajaran abad 21.
2.
Kreatif
Selain diukur dengan pengetahuan tinggi, mutu peserta
didik bisa diukur juga dengan kreativitasnya. Dalam ranah pendidikan,
kreativitas ini diadaptasi menjadi ranah keterampilan yang dalam kurikulum 2013
dikenal dengan kompetensi inti 4 (KI-4).
Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi menjadi penanda
tingginya mutu pendidikan. Kreativitas ini sangat penting bagi diri siswa karena pada proses
kehidupan selanjutnya siswa tidak hanya mengandalkan pengetahuan atau
kecerdasan saja. Agar
pengetahuan dan kecerdasannya bisa dimanfaatkan secara maksimal maka harus di
barengi dengan kreativitas yang tinggi ini sebagai efek dari kompetitifnya
persaingan global di masa yang
akan datang. Bahkan boleh
jadi orang sukses itu adalah orang yang
kreativitasnya tinggi walaupun pengetahuannya biasa-biasa saja.
Dalam rangka meningkatkan kreativitas siswa, seorang guru perlu memberikan ruang gerak yang cukup kepada siswa untuk mengekspresikan potensi dan bakatnya supaya tidak terpendam. Hal ini bisa dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Selain itu diperlukan nuansa dan suasana madrasah yang
refresentatif untuk melahirkan inspirasi dan kreativitas. Semakin
tinggi kreativitas siswa maka bisa dikatakan mutu pendidikan semakin baik.
3.
Humanis
Humanis adalah sikap memanusiakan manusia, maksudnya
seorang peserta didik sejatinya mempunyai sikap yang baik ketika bersosialisasi
dengan orang lain. Dalam konteks pembelajaran, humanis ini diadaptasi dengan ranah
sikap, yang dalam kurikulum 2013 dikenal dengan kompetensi inti 2 (KI-2) yaitu
sikap sosial.
Secara filosofis sosiologis, seorang manusia tidak cukup
mengandalkan pengetahuan dan keterampilannya saja, akan tetapi harus dilengkapi
dengan karakter dan pribadi yang positif sehingga pada akhirnya nanti dia mampu
bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat. Semakin humanis seorang siswa maka
ini menjadi penanda berhasilnya proses pendidikan.
Untuk meningkatkan kapasitas sikap sosial menuju lebih
baik maka diperlukan keteladanan dari pendidik dan tenaga kependidikan yang
pada akhirnya bisa ditiru oleh peserta didik.
4.
Literatif
Penanda lain tingginya mutu pendidikan bisa dilihat juga dari
seberapa besar siswa mampu berliterasi dengan baik. Modal utama budaya
literasi ini diantaranya adalah
keterampilan menulis dan membaca. Semakin tinggi tingkat literasi siswa menjadi penanda semakin tinggi
pula mutu pendidikan.
Untuk meningkatkan kualitas berliterasi bagi siswa,
diperlukan keseriusan dari lembaga pendidikan terutama dari gurunya untuk
membuat program-program yang nyata tidak hanya sekedar program yang formalistik.
Dengan program literasi ini diharapkan siswa tidak hanya
dibiasakan membaca saja tapi bagaimana agar bisa menghasilkan produk seperti
buletin, majalah, atau buku. Paling
tidak siswa diajak untuk membuat buku antologi atau buku karya berjamaah.
5.
Adaptif
Kurikulum 2013 sempat menghapuskan mata pelajaran TIK
atau teknologi informasi dan komunikasi karena dianggap TIK ini bisa disisipkan
pada semua mata pelajaran. Namun karena dianggap penting, akhir-akhir ini mata
pelajaran Informatika kemudian dimunculkan kembali.
Pentingnya mata pelajaran informatika sejalan dengan
perkembangan teknologi informasi yang semakin dahsyat. Perkembangan
teknologi
ini tentu tidak bisa kita dihindari, yang
bisa dilakukan adalah siswa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Semakin siswa mampu beradaptasi dengan
perkembangan teknologi maka bisa dikatakan mutu lembaga pendidikannya semakin
baik pula karena lembaga tersebut berkontribusi dalam rangka mendorong siswa untuk
lebih adaptif.
6.
Sholeh
Kesholehan menjadi penyempurna terhadap aspek sikap. Kesholehan
ini terdiri dari dua kategori yaitu kesholehan individual dan kesholehan sosial. Kesholehan individual adalah kesholehan
diri sebagai manifestasi dari sikap spiritual yang dalam kurikulum 2013 dikenal
dengan kompetensi inti 1 (KI-1).
Adapun kesholehan sosial adalah manifestasi relasi diri
dengan orang lain. Kesholehan seorang siswa yang dihasilkan dari sebuah proses
pembelajaran menjadi penanda mutu pendidikan yang baik karena sejatinya
pendidikan adalah sebuah proses melahirkan generasi-generasi yang cerdas dan
berperilaku sholeh.
Dalam rangka melahirkan generasi yang sholeh, lembaga
pendidikan harus membangun nuansa religius baik di dalam maupun di luar kelas. Seluruh pelajaran harus menjadikan akhlak sebagai core curriculum
(Kurikulum inti) dan menempatkan adab diatas
ilmu pengetahuan.
Demikianlah
gagasan penulis sebagai sumbangsih pemikiran untuk ikut membesarkan rumah
sendiri, Madrasah. Gagasan ini muncul sebagai sebuah refleksi dan evaluasi dari
orang Madrasah tulen, orang yang lahir dari keluarga madrasah, mengenyam
pendidikan di Madrasah (MI, MTs, dan MA) serta perguruan tinggi di bawah
Kementerian Agama dan saat ini hidup dan menghidupi keluarganya dari Madrasah.
Istrinya pun seorang guru madrasah bahkan ke empat anaknya sedang belajar di
Madrasah.
Semoga
bermanfaat. Insya Allah,
Madrasah Berkah, Hebat, Bermartabat.
Wallohu
a’lam.
Bahan Bacaan
Chatib,
Munif, Sekolahnya
Manusia, Bandung: Mizan Media Utama, 2009
Mulyawan dkk, Guru Zaman Now.Yogyakarta: Zahir
Publishing, 2018
Romzi, Moh. Anis. Kepala Sekolah Belum Berpengalaman.
Penerbit Media Guru. 2018
Suyanto
& Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional. Erlangga. 2013
Undang-undang
nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Jakarta: CV. Tamita Utama, 2006
Usman,
Muh. Uzer.
Menjadi
Guru Profesional, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 1990.