Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar
Sumber: Kolom Hikmah Republika, Selasa, 14 Juni 2011
Pada 1990-an sebuah hasil riset di AS tidak boleh dipublikasikan. Penelitian itu menyimpulkan kecerdasan seseorang berbanding lurus dengan ras. Ras paling cerdas berdasarkan urutan adalah (1) Ras kuning, seperti orang Cina, Jepang, dan Korea. (2) Ras putih, seperti orang kulit putih Amerika dan Eropa. (3) Ras cokelat, seperti orang Arab, India, dan Pakistan. (4) Ras sawo matang, seperti orang Melayu, Thailand, Vietnam, dan Filipina. (5) Ras negroid, yaitu kulit hitam.
Pelarangan publikasi itu disebabkan oleh kesimpulan yang bisa memicu ketegangan etnis di AS. Itu artinya, orang kulit hitam yang hampir separuh di AS tidak pantas menjadi presiden karena berasal dari ras paling tidak cerdas. Kalau saja riset ini dipublikasikan, mungkin Obama tidak akan menjadi presiden AS.
Di Indonesia, sedang marak lembaga-lembaga survei dan yang disurvei pun bermacam-macam, termasuk kualitas akidah dan tingkat keyakinan seseorang terhadap agamanya. Tidak terbayang, apakah objek yang maharumit ini bisa diukur dengan survei dangkalan. Ironisnya, survei yang luar biasa susahnya ini dipublikasikan sebebas-bebasnya di dalam masyarakat sehingga kadang hasil survei ini membuat orang lain jadi shock, stres, memicu terjadinya kecemburuan, konflik, dan intoleransi.
Survei yang baru-baru ini dipublikasikan menuding meningkatnya populasi garis keras umat Islam secara tajam dan semakin meluasnya intoleransi umat Islam di dalam masyarakat. Respondennya jamaah masjid, komunitas pondok pesantren NU, dan majelis-majelis taklim. Angka-angkanya amat fantastik, sebagaimana bisa diikuti di media internet.
Apa betul umat Islam Indonesia sudah lebih radikal? Apa betul kurikulum agama kita sudah sedemikian parah sehingga harus dirombak total? Apa betul para mubaligh dan guru-guru agama kita sudah menjadi penganut Islam garis keras? Apa betul pondok-pondok pesantren dan madrasah sudah terkontaminasi aliran keras sehingga perlu di-rebrain washing? Apa betul orang menjadi teroris dan garis keras itu karena terjemahan Alquran Kementerian Agama yang rusak? Apa kebobrokan Kementerian Agama sudah sedemikian parah sehingga sudah waktunya untuk dibubarkan? Jangan sampai kita tidak sadar menjadi penari latar yang gendangnya ditabuh orang lain.
Hak intelektual setiap orang untuk melakukan survei apa saja. Namun, kewajiban intelektual juga harus diindahkan. Idealnya, setiap survei tidak boleh cacat metodologis, apalagi jika yang disurvei objeknya sensitif. Jangan sampai survei yang dilakukan by order dan by design kelompok tertentu atau hanya untuk mencari perhatian dan keterkenalan. Kita bisa mencari uang, tetapi sebaiknya tidak dengan menjual survei prematur.
Kalau objek survei itu perilaku pasar, konstituen politik, dan objek-objek measurable lainnya, tentu wajar bahkan menjadi ciri masyarakat modern. Akan tetapi, jika yang disurvei persoalan mendasar dan sensitif, seperti menyangkut kepercayaan dan harga diri etnik tertentu, sebaiknya lembaga survei itu berhitung lebih jauh untuk memublikasikan hasil surveinya. Ilmuwan ideal ialah ilmuwan yang arif, yakni tidak semua unek-unek dan hasil temuannya dilempar ke masyarakat.
Selasa, 14 Juni 2011
Sang Dermawan
Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas
Sumber: Kolom Hikmah Republika, Rabu, 08 Juni 2011
Siang itu, Madinah sangat ramai. Para pedagang berlarian meninggalkan dagangannya menuju jalan raya. Pengunjung pasar sudah lebih dahulu meninggalkan para pedagang dan begitu saja melemparkan barang yang sedang ditawar. Rupanya, 700 ekor unta sarat dengan barang-barang dagangan di punggung masing-masing memasuki Kota Madinah. Itulah kafilah dagang milik Abdurrahman bin Auf, salah seorang sahabat terkaya pada zaman Rasul SAW.
Suara hiruk-pikuk itu membuat kaget Ummul Mukminin Aisyah RA, yang pada saat itu sedang menyampaikan hadis Nabi. Setelah diberi tahu apa yang terjadi, Aisyah berkata: "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Aku pernah mendengar Rasul SAW bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf akan masuk surga sambil merangkak."
Seorang sahabat berlari mencari Abdurrahman untuk mengabarkan berita gembira itu. Mendengar hal tersebut, Abdurrahman segera menemui Ummul Mukminin Aisyah. "Wahai ibunda, apakah ibunda mendengar sendiri ucapan itu dari Rasulullah?" Jawab Aisyah, "Ya aku mendengar sendiri."
Abdurrahman melonjak kegirangan. "Seandainya sanggup, aku akan memasukinya sambil berjalan. Wahai ibunda, saksikanlah, seluruh unta lengkap dengan barang dagangan di punggung masing-masing, aku dermakan untuk fi sabilillah."
Subhanallah, begitulah Abdurrahman, sang dermawan. Tidak salah Nabi menyatakan Abdurrahman masuk surga dengan merangkak. Bukan karena sulitnya masuk surga, melainkan karena begitu dekatnya sehingga tidak perlu lagi berjalan, cukup merangkak. Abdurrahman tidak pernah ragu menyumbangkan harta kekayaannya untuk kepentingan dakwah.
Pada suatu kesempatan, setelah mendengarkan seruan Rasul SAW untuk berjuang dengan harta benda, Abdurrahman bergegas pulang dan kembali membawa 2.000 dinar. "Wahai Rasulullah, aku mempunyai 4.000 dinar, dan 2.000 dinar aku pinjamkan kepada Allah dan 2.000 dinar untuk keluargaku."
Rasulullah menerimanya sambil bersabda: "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu, terhadap harta benda yang kamu berikan, dan semoga Allah memberkahi pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu."
Ketika Rasul bersiap menghadapi Perang Tabuk, beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta bendanya untuk fi sabilillah. Kaum Muslimin memenuhi seruan Nabi yang mulia itu. Dan, Abdurrahman menyerahkan 200 uqiyah emas. Melihat jumlah itu, Umar berbisik kepada Nabi: "Agaknya Abdurrahman berdosa tidak meninggali uang belanja sedikit pun untuk keluarganya." Rasul menanyakannya kepada Abdurrahman. Ia menjawab, "Untuk mereka saya tinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan. Yakni sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah."
Sejak berita gembira akan menjadi penghuni surga itu, Abdurrahman semakin dermawan, semangatnya semakin tinggi dalam mengorbankan hartanya pada jalan Allah. Ia juga menyumbangkan lagi 40 ribu dinar, 500 ekor kuda, dan 1.500 ekor unta untuk para pejuang.
Dia juga membagikan 400 dinar kepada setiap veteran Perang Badar yang masih hidup dan lainnya. Aisyah sering mendoakannya, "Semoga Allah memberinya minum dengan minuman dari telaga Salsabil."
Sumber: Kolom Hikmah Republika, Rabu, 08 Juni 2011
Siang itu, Madinah sangat ramai. Para pedagang berlarian meninggalkan dagangannya menuju jalan raya. Pengunjung pasar sudah lebih dahulu meninggalkan para pedagang dan begitu saja melemparkan barang yang sedang ditawar. Rupanya, 700 ekor unta sarat dengan barang-barang dagangan di punggung masing-masing memasuki Kota Madinah. Itulah kafilah dagang milik Abdurrahman bin Auf, salah seorang sahabat terkaya pada zaman Rasul SAW.
Suara hiruk-pikuk itu membuat kaget Ummul Mukminin Aisyah RA, yang pada saat itu sedang menyampaikan hadis Nabi. Setelah diberi tahu apa yang terjadi, Aisyah berkata: "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya bagi Abdurrahman dengan baktinya di dunia, serta pahala yang besar di akhirat. Aku pernah mendengar Rasul SAW bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf akan masuk surga sambil merangkak."
Seorang sahabat berlari mencari Abdurrahman untuk mengabarkan berita gembira itu. Mendengar hal tersebut, Abdurrahman segera menemui Ummul Mukminin Aisyah. "Wahai ibunda, apakah ibunda mendengar sendiri ucapan itu dari Rasulullah?" Jawab Aisyah, "Ya aku mendengar sendiri."
Abdurrahman melonjak kegirangan. "Seandainya sanggup, aku akan memasukinya sambil berjalan. Wahai ibunda, saksikanlah, seluruh unta lengkap dengan barang dagangan di punggung masing-masing, aku dermakan untuk fi sabilillah."
Subhanallah, begitulah Abdurrahman, sang dermawan. Tidak salah Nabi menyatakan Abdurrahman masuk surga dengan merangkak. Bukan karena sulitnya masuk surga, melainkan karena begitu dekatnya sehingga tidak perlu lagi berjalan, cukup merangkak. Abdurrahman tidak pernah ragu menyumbangkan harta kekayaannya untuk kepentingan dakwah.
Pada suatu kesempatan, setelah mendengarkan seruan Rasul SAW untuk berjuang dengan harta benda, Abdurrahman bergegas pulang dan kembali membawa 2.000 dinar. "Wahai Rasulullah, aku mempunyai 4.000 dinar, dan 2.000 dinar aku pinjamkan kepada Allah dan 2.000 dinar untuk keluargaku."
Rasulullah menerimanya sambil bersabda: "Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu, terhadap harta benda yang kamu berikan, dan semoga Allah memberkahi pula harta yang kamu tinggalkan untuk keluargamu."
Ketika Rasul bersiap menghadapi Perang Tabuk, beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta bendanya untuk fi sabilillah. Kaum Muslimin memenuhi seruan Nabi yang mulia itu. Dan, Abdurrahman menyerahkan 200 uqiyah emas. Melihat jumlah itu, Umar berbisik kepada Nabi: "Agaknya Abdurrahman berdosa tidak meninggali uang belanja sedikit pun untuk keluarganya." Rasul menanyakannya kepada Abdurrahman. Ia menjawab, "Untuk mereka saya tinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan. Yakni sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah."
Sejak berita gembira akan menjadi penghuni surga itu, Abdurrahman semakin dermawan, semangatnya semakin tinggi dalam mengorbankan hartanya pada jalan Allah. Ia juga menyumbangkan lagi 40 ribu dinar, 500 ekor kuda, dan 1.500 ekor unta untuk para pejuang.
Dia juga membagikan 400 dinar kepada setiap veteran Perang Badar yang masih hidup dan lainnya. Aisyah sering mendoakannya, "Semoga Allah memberinya minum dengan minuman dari telaga Salsabil."
Selasa, 07 Juni 2011
Kelembutan Nabi
Oleh: Prof dr Achmad Satori Ismail
Sumber: Kolom Himah Republika Senin, 06 Juni 2011
Ketika Rasulullah SAW duduk bersama para sahabatnya, seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa'nah masuk menerobos shaf, lalu menarik kerah baju Rasul dengan keras seraya berkata kasar, "Bayar utangmu, wahai Muhammad, sesungguhnya turunan Bani Hasyim adalah orang-orang yang selalu mengulur-ulur pembayaran utang."
Umar bin Khattab RA langsung berdiri dan menghunus pedangnya. "Wahai Rasulullah, izinkan aku menebas batang lehernya." Rasulullah SAW berkata, "Bukan berperilaku kasar seperti itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini membutuhkan perilaku lembut. Perintahkan kepadanya agar menagih utang dengan sopan dan anjurkan kepadaku agar membayar utang dengan baik."
Tiba-tiba pendeta Yahudi berkata, "Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku datang kepadamu bukan untuk menagih utang. Aku datang sengaja untuk menguji akhlakmu. Tapi, aku telah membaca sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat. Semua sifat itu telah terbukti dalam dirimu, kecuali satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut saat marah. Dan aku baru membuktikannya sekarang. Oleh sebab itu, aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah utusan Allah. Adapun piutang yang ada padamu, aku sedekahkan untuk orang Muslim yang miskin.
Itulah kemuliaan akhlak Rasulullah, sang teladan yang telah dipuji Allah sebagai nabi dengan akhlaknya berada di atas semua akhlak yang agung. (QS Alqalam: 3). Kelembutan dan kesabaran dijadikan sebagai manhaj dalam berdakwah. Ucapannya lembut, sikapnya lembut, dan perilakunya dalam semua aktivitas dakwahnya adalah kelembutan, kecuali sikap yang membutuhkan ketegasan, seperti dalam menegakkan //hudud dan berperang melawan kufar penyerang.
Kelembutan merupakan akhlak yang mampu mendekatkan manusia kepada Islam. Allah menjelaskan, "Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS Ali Imran 159).
Kekerasan dan perilaku anarkis akan merugikan Islam dan umatnya. Beliau selalu menyeru umatnya agar bersikap lembut. Beliau bersabda, "Sikap hati-hati (tidak tergesa-gesa), kesederhanaan, dan perilaku lembut adalah bagian dari 24 ciri kenabian." (HR at-Tirmidzi).
Rasul SAW pernah mengingatkan Siti Aisyah saat bersikap kasar. "Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan dan Allah memberi dampak positif pada kelembutan yang tidak diberikan kepada kekerasan. Dan tiada kelembutan pada sesuatu kecuali akan menghiasinya dan bila dicabut kelembutan dari sesuatu akan menjadikannya buruk." (HR Muslim). Rasulullah juga menegaskan bahwa barang siapa yang tidak memiliki kelembutan maka akan dijauhkan dari kebaikan. (HR Muslim).
Umat Islam wajib bersikap lembut dalam menghadapi berbagai situasi dan tantangan. Banyak musuh-musuh Allah yang selalu memprovokasi agar umat Islam bersikap ekstrem, bertindak anarkis, dan melakukan teror.
Sikap dan perilaku tidak terpuji itu, akan menzalimi dan mendorong non-Muslim antipati terhadap Islam.
Sumber: Kolom Himah Republika Senin, 06 Juni 2011
Ketika Rasulullah SAW duduk bersama para sahabatnya, seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa'nah masuk menerobos shaf, lalu menarik kerah baju Rasul dengan keras seraya berkata kasar, "Bayar utangmu, wahai Muhammad, sesungguhnya turunan Bani Hasyim adalah orang-orang yang selalu mengulur-ulur pembayaran utang."
Umar bin Khattab RA langsung berdiri dan menghunus pedangnya. "Wahai Rasulullah, izinkan aku menebas batang lehernya." Rasulullah SAW berkata, "Bukan berperilaku kasar seperti itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini membutuhkan perilaku lembut. Perintahkan kepadanya agar menagih utang dengan sopan dan anjurkan kepadaku agar membayar utang dengan baik."
Tiba-tiba pendeta Yahudi berkata, "Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku datang kepadamu bukan untuk menagih utang. Aku datang sengaja untuk menguji akhlakmu. Tapi, aku telah membaca sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat. Semua sifat itu telah terbukti dalam dirimu, kecuali satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut saat marah. Dan aku baru membuktikannya sekarang. Oleh sebab itu, aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah utusan Allah. Adapun piutang yang ada padamu, aku sedekahkan untuk orang Muslim yang miskin.
Itulah kemuliaan akhlak Rasulullah, sang teladan yang telah dipuji Allah sebagai nabi dengan akhlaknya berada di atas semua akhlak yang agung. (QS Alqalam: 3). Kelembutan dan kesabaran dijadikan sebagai manhaj dalam berdakwah. Ucapannya lembut, sikapnya lembut, dan perilakunya dalam semua aktivitas dakwahnya adalah kelembutan, kecuali sikap yang membutuhkan ketegasan, seperti dalam menegakkan //hudud dan berperang melawan kufar penyerang.
Kelembutan merupakan akhlak yang mampu mendekatkan manusia kepada Islam. Allah menjelaskan, "Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS Ali Imran 159).
Kekerasan dan perilaku anarkis akan merugikan Islam dan umatnya. Beliau selalu menyeru umatnya agar bersikap lembut. Beliau bersabda, "Sikap hati-hati (tidak tergesa-gesa), kesederhanaan, dan perilaku lembut adalah bagian dari 24 ciri kenabian." (HR at-Tirmidzi).
Rasul SAW pernah mengingatkan Siti Aisyah saat bersikap kasar. "Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai kelembutan dan Allah memberi dampak positif pada kelembutan yang tidak diberikan kepada kekerasan. Dan tiada kelembutan pada sesuatu kecuali akan menghiasinya dan bila dicabut kelembutan dari sesuatu akan menjadikannya buruk." (HR Muslim). Rasulullah juga menegaskan bahwa barang siapa yang tidak memiliki kelembutan maka akan dijauhkan dari kebaikan. (HR Muslim).
Umat Islam wajib bersikap lembut dalam menghadapi berbagai situasi dan tantangan. Banyak musuh-musuh Allah yang selalu memprovokasi agar umat Islam bersikap ekstrem, bertindak anarkis, dan melakukan teror.
Sikap dan perilaku tidak terpuji itu, akan menzalimi dan mendorong non-Muslim antipati terhadap Islam.
Rabu, 01 Juni 2011
Keteladanan dalam Mendidik Anak
Oleh Khofifah Indar Parawansa
Sumber: Kolom Hikmah Republika
Rabu, 01 Juni 2011
Nama Luqmanul Hakim sangat popular dalam dunia Islam, karena nasihat-nasihatnya yang penuh hikmah. Bukan sekadar pesan, namun nasihatnya merupakan pendidikan seorang bapak terhadap anaknya yang penuh dengan kasih sayang serta ajaran tentang akidah dan akhlak. Karena keteladanannya dalam mendidik anak itu pula, Allah mengabadikan namanya dalam Alquran, yakni Surah Luqman.
Tentang asal-usul Luqman, ada beda pendapat di antara para ulama. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan, ia bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat dia berasal dari Sudan. Dan, ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim di zaman Nabi Daud AS.
Ada enam hal penting yang disampaikan Luqman kepada anaknya. Pertama, larangan mempersekutukan Allah. (QS Luqman: 13). Kedua, berbuat baik kepada dua orang ibu-bapak. (QS Luqman: 14). Ketiga, sadar terhadap pengawasan Allah. (QS Luqman: 16). Keempat, mendirikan shalat, 'amar makruf nahi mungkar, dan sabar dalam menghadapi persoalan. (QS Luqman: 17). Kelima, larangan sombong dan membanggakan diri (QS Luqman: 18). Dan keenam, bersikap sederhana dan bersuara rendah (QS Luqman: 19).
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Luqman tersebut, terutama soal keteladanan seorang bapak dalam mendidik anak. Luqman menanamkan tauhid dan keimanan kepada Allah SWT, juga norma dan tata cara berhubungan dengan keluarga dan masyarakat luas. Luqman tidak hanya berbicara, tapi langsung memberikan uswah (teladan) kepada anaknya.
Urgensi keteladanan disebutkan dalam hadis nabi. "Barang siapa yang memberikan contoh baik, maka baginya pahala atas perbuatan baiknya dan pahala orang yang mengikuti hingga hari kiamat, yang demikian itu tidak menghalangi pahala orang-orang yang mengikutinya sedikit pun. Dan barang siapa yang memberi contoh buruk, maka baginya dosa atas perbuatannya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Yang demikian itu tanpa dikurangi sedikit pun dosa orang-orang yang mengikutinya." (HR Imam Muslim).
Dalam konteks sekarang, kisah Luqman perlu disosialisasikan secara terus-menerus di tengah bermunculannya kasus anak-anak yang tidak mendapatkan hak sewajarnya dalam keluarga. Mereka hidup nyaris tanpa perlindungan. Bahkan, banyak anak hidup di bawah ancaman dan kekerasan, karena orang tua lari dari tanggung jawab.
Di sisi lain, kini banyak perilaku negatif di masyarakat yang bisa mendorong anak-anak menjadi jauh dari akidah dan akhlak Islam. Tayang televisi yang kurang bermutu, serta maraknya aksi pornografi dan pornoaksi, merupakan bagian dari penyebabnya. Akibatnya, anak-anak kerap mengalami krisis keteladanan.
Untuk itu, keluarga memegang peran penting agar anak-anak menemukan keteladanan dalam hidupnya. Dari keluarga, anak menemukan tata nilai agama dan norma yang berhubungan dengan masyarakat, sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW. Sehingga, terbentuk keluarga sakinah yang senantiasa dinaungi hidayah Allah SWT. Insya Allah.
Sumber: Kolom Hikmah Republika
Rabu, 01 Juni 2011
Nama Luqmanul Hakim sangat popular dalam dunia Islam, karena nasihat-nasihatnya yang penuh hikmah. Bukan sekadar pesan, namun nasihatnya merupakan pendidikan seorang bapak terhadap anaknya yang penuh dengan kasih sayang serta ajaran tentang akidah dan akhlak. Karena keteladanannya dalam mendidik anak itu pula, Allah mengabadikan namanya dalam Alquran, yakni Surah Luqman.
Tentang asal-usul Luqman, ada beda pendapat di antara para ulama. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan, ia bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat dia berasal dari Sudan. Dan, ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim di zaman Nabi Daud AS.
Ada enam hal penting yang disampaikan Luqman kepada anaknya. Pertama, larangan mempersekutukan Allah. (QS Luqman: 13). Kedua, berbuat baik kepada dua orang ibu-bapak. (QS Luqman: 14). Ketiga, sadar terhadap pengawasan Allah. (QS Luqman: 16). Keempat, mendirikan shalat, 'amar makruf nahi mungkar, dan sabar dalam menghadapi persoalan. (QS Luqman: 17). Kelima, larangan sombong dan membanggakan diri (QS Luqman: 18). Dan keenam, bersikap sederhana dan bersuara rendah (QS Luqman: 19).
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Luqman tersebut, terutama soal keteladanan seorang bapak dalam mendidik anak. Luqman menanamkan tauhid dan keimanan kepada Allah SWT, juga norma dan tata cara berhubungan dengan keluarga dan masyarakat luas. Luqman tidak hanya berbicara, tapi langsung memberikan uswah (teladan) kepada anaknya.
Urgensi keteladanan disebutkan dalam hadis nabi. "Barang siapa yang memberikan contoh baik, maka baginya pahala atas perbuatan baiknya dan pahala orang yang mengikuti hingga hari kiamat, yang demikian itu tidak menghalangi pahala orang-orang yang mengikutinya sedikit pun. Dan barang siapa yang memberi contoh buruk, maka baginya dosa atas perbuatannya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Yang demikian itu tanpa dikurangi sedikit pun dosa orang-orang yang mengikutinya." (HR Imam Muslim).
Dalam konteks sekarang, kisah Luqman perlu disosialisasikan secara terus-menerus di tengah bermunculannya kasus anak-anak yang tidak mendapatkan hak sewajarnya dalam keluarga. Mereka hidup nyaris tanpa perlindungan. Bahkan, banyak anak hidup di bawah ancaman dan kekerasan, karena orang tua lari dari tanggung jawab.
Di sisi lain, kini banyak perilaku negatif di masyarakat yang bisa mendorong anak-anak menjadi jauh dari akidah dan akhlak Islam. Tayang televisi yang kurang bermutu, serta maraknya aksi pornografi dan pornoaksi, merupakan bagian dari penyebabnya. Akibatnya, anak-anak kerap mengalami krisis keteladanan.
Untuk itu, keluarga memegang peran penting agar anak-anak menemukan keteladanan dalam hidupnya. Dari keluarga, anak menemukan tata nilai agama dan norma yang berhubungan dengan masyarakat, sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW. Sehingga, terbentuk keluarga sakinah yang senantiasa dinaungi hidayah Allah SWT. Insya Allah.
Langganan:
Postingan (Atom)