Suatu saat di zaman Bani Israil ada seorang ulama faqih dan ahli ibadah bahkan termasuk mujtahid mempunyai seorang istri yang sangat dicintainya. Pada suatu hari, istri yang sangat dicintainya tersebut meninggal dunia. Ulama tersebut sangat berduka bahkan duka cita yang sedalam-dalamnya sehingga ia memutuskan untuk menyendiri di rumahnya bahkan mengunci pintu rumahnya tersebut hingga ia tidak bisa ditemui oleh siapapun.
Pada suatu hari ada seorang perempuan yang datang ke rumahnya, ia bermaksud untuk meminta fatwa kepada ulama tersebut tentang sebuah persoalan, dan perempuan tersebut ingin menanyakannya secara langsung pada ulama tersebut. Berhari-hari dia menunggu di depan pintu rumah ulama tersebut, sampai pada akhirnya ia diizinkan masuk ke rumah ulama tersebut.
Perempuan itu berkata: “Aku datang untuk meminta fatwa tentang sebuah persoalan”. Ulama tersebut kemudian bertanya: “Apa itu?”, perempuan itu berkata: “ Aku meminjam perhiasan dari seorang tetangga dan aku sudah memakainya lama sekali, lalu tetanggaku tersebut meminta aku untuk mengembalikannya, apakah aku harus mengembalikannya?”. Ulama itu berkata: “ Ya (kamu harus mengembalikannya) demi Allah”. Perempuan tersebut kemudian berkata kembali: “ Tapi aku sudah lama memakainya”, Ulama itu berkata: “ tetanggamu itu lebih berhak walaupun kamu sudah lama memakainya”. Perempuan tersebut kemudian berkata: ”semoga Allah SWT merahmatimu, lalu kenapa engkau berduka atas apa yang telah Allah SWT titipkan kepadamu dan mengambilnya darimu, bukankah Dia lebih berhak atas istrimu daripada dirimu?”. Maka terbukalah pikiran ulama tersebut setelah itu.
Sumber: Al-Muwatha, hadits ke- 559.